Saturday, September 11, 2010

DALANG

DALANG

Sejak bulan lalu saya mendapat satu kehormatan dari fakultas untuk menjadi salah satu partisipan pagelaran akbar dalam rangka memperingati Dies Natalis Fakultas Sastra UNIKA Soegijapranata Semarang. Fakultas menyelenggarakan sebuah pagelaran Wayang Kulit 5 Bahasa yaitu Jawa, Indonesia, China, Belanda dan Inggris. Dalam pagelaran tersebut saya menjadi salah satu pengisi suara untuk tokoh RAMA dengan menggunakan bahasa China.

Pengalaman yang sangat mengesankan dan menarik bagi saya. Lahir dan dibesarkan dalam budaya jawa namun tidak mengenal akar budaya. Itulah yang saat ini saya rasakan ketika ikut turu dalam pagelaran ini. Saya besar dan tumbuh di keluarga Jawa di sebuah kota besar di Jawa tengah (Semarang) dan bergereja di Gereja Kristen Jawa. Sejak kecil saya dikenalkan dengan berbagai macam kesenian jawa. Pada umur 7th saya kursus tari Jawa. Pada kelas 3-5 SD saya ikut pelajaran karawitan di Sekolah. Di gereja beberapa kali sampai saat ini kadang masih mengikuti ibadah dalam bahasa jawa. Pernah juga nenek saya mengajak saya untuk nonton pagelaran wayang wong di ngesti pandawa. Walaupun saya tidak mengikuti pagelaran tersebut sampai selesai karena terlelap di tengah pertunjukan. Dari SD-SMP saya menerima pelajaran Basa Jawa. Di rumah pun tetap belajar unggah ungguh dan tata karma jawa. Bagaimana bersikap, berperilaku, dan berbahasa terhadap sesepuh, tiyang sepuh, kanca, sederek, dan batur. Semua ada aturannya dalam budaya jawa.

Namun yang saya rasakan saat ini semua yang saya dapatkan hanya tersisa mungkin hanya 5-10% saja sisanya entah hilang atau tertindih dengan lingkungan atau budaya modern yang saat ini kita semua alami. Bahkan dalam pagelaran ini saya menjadi pengisi suara dalam bahasa China dan bukan bahasa jawa. Seberapakah dari anda masih benar-benar ingat dengan lagu-lagu jawa, dengan tata krama dan unggah ungguh atau dengan bahasa krama inggil ketika kita berbicara kepada orang yang lebih tua dari anda. Sungguh ironis memang. Ketika seorang Indonesia adalah seorang dikenal dengan budayanya. Namun banyak orang tidak mengenal budaya dan akar budayanya di jaman modern ini. Karena mungkin banyak orang termasuk saya menganggap hal yang berhubungan dengan budaya kuno itu kalo kata anak jaman sekarang so last year (ketinggalan jaman) dan membosankan.

Ketika saya ikut serta ambil bagian dalam persiapan pagelaran akbar ini. Sejenak saya teringat akan masa kecil saya. Belajar karawitan, nembang jawa, nonton wayang, dan mengenal karakter dan cerita pewayangan. Sungguh menyenangkan dan sangat menarik. Dari semua yang terlibat dalam pagelaran tersebut. Saya tertarik dengan orang yang berperan penting memainkan karakter dalam wayang, yaitu dalang.

Dalang adalah orang yang bertugas memberi kehidupan dalam setiap tokoh pada pertunjukan wayang. Ia harus tau betul setiap gerakan dan gesture tubuh para tokohnya. Setiap gerakan yang ia buat akan memberikan citra dan cerita. Setiap tokoh memiliki bentuk, karakter dan pribadi yang berbeda. Bisa dibayangkan dalam satu pagelaran akan ada lebih dari 10 tokoh yang digunakan. Maka sang dalang juga harus menghidupkan lebih dari 10 tokoh masing-masing memiliki karakter, pribadi, gesture, dan gerakan yang berbeda. Artinya dalang harus memahami dan menjalankan 10 karakter, 10 pribadi, 10 gesture, dan 10 gerakan yang berbeda. Dalam satu pertunjukan ia menjadi 10 orang yang berbeda hanya melalui gerakan agar penonton menjadi paham dan mengerti pesan yang disampaikan dalam cerita tersebut. Seorang dalang yang baik ia akan membuat penontonnya betah untuk nonton dan memahami cerita yang disampaikan sampai akhir cerita.

Dalang adalah orang yang memiliki dua sudut pandang. Dalam pementasan wayang ada 2 sisi dari geber (layar) yaitu geber dari dalang dan geber dari sisi penonton. Seperti jika nonton layar tancep jaman dulu kala. Antara penonton di sisi depan dan belakang akan mendapat cerita yang sama tapi dari sisi yang berbeda. Jika yang depan melihat sang lakon mengangkat tangan kanan maka dari sisi yang sebaliknya akan melihat sang lakon mengangka tangan kiri. Seperti yang saya ceritakan sebelumnya ada 2 sisi geber yaitu dari dalang dan sisi penonton. Nah, dalang juga harus membuat penontonnya memahami cerita dari sisi penonton, bukan hanya dari sisinya saja.

Betapa dalang dituntut untuk suatu tugas yang berat. Duduk bersila berjam-jam. Tidak hanya bercerita namun juga harus memainkan banyak karakter dalam waktu yang bersamaan. Menjadi lakon yang baik ataupun menjadi reksasa yang jahat di scene yang sama. Dan harus memahami sudut pandang sebagai pendongeng, pemain, dan penonton dalam waktu yang bersamaan.

Kadang sebagai individu kita hanya memandang sebuah perkara, permasalahan dan hidup hanya dari satu sudut padang, satu cara, dan satu waktu. Jika di dunia ini ada berjuta-juta umat manusia. Artinya ada lebih dari berjuta-juta sudut pandang dan cara yang berbeda. Dalam lingkup yang kecil di lingkungan rumah kita ada bapak, ibu dan anak. Setiap orang punya sudut pandang, cara yang berbeda dalam memandang sebuah perkara, permasalahan dan hidup. Mungkin orang tua ingin yang terbaik bagi anak tapi kadang anak tidak memahami bagaimana cara pandang orang tua. Mungkin suami ingin memahami istri namun bukan dari sudut pandang seorang wanita. Mungkin anak ingin membuat orangtua bangga namun cara dan waktunya tidak tepat bagi orangtua. Mungkin kakak ingin melindungi adiknya namun adik menganggap sang kakak terlalu protective. Itulah yang membuat kadang kita berselisih paham dengan orang lain.

Dari seorang dalang kita bisa belajar bahwa satu perkara, satu permasalahan dan satu kehidupan memiliki banyak sudut pandang. Mampukah kita untuk berada di sisi orang lain ketika satu perkara, satu permasalahan terjadi dalam hidup kita. Mampukah kita memahami orang lain? Alangkah indahnya ketika semua orang dapat memahami dan menerima orang lain.

Dalang adalah sesosok panutan dari budaya jawa. Ia harus menahan diri untuk berdalang dalam waktu yang lama. Ia tidak hanya memainkan peranan bagi dirinya sendiri tapi juga bagaimana ia memahami orang lain agar tercipta suatu pertunjukan yang indah.
Mari kita membuat pertunjukan yang indah dalam hidup bagi sesama.


Tuhan memberkati kita semua.

Semarang 6 Juni 2009
Andhini Simeon

No comments: