Wednesday, June 25, 2014

Jazz Gunung Bukan sekedar menikmati Musik ”Jazz”

Jazz Gunung saat matahari terbenam
Fenomena musik Jazz di Indonesia saat ini mulai menjamur di beberapa wilayah di Indonesia. Salah satunya adalah Jazz Gunung. Jazz Gunung di gagas oleh Sigit Pramono, Butet Kartaredjasa & Djaduk Ferianto di mulai pada tahun 2009. Lokasi yang dipilih pun sedikit tidak biasa yaitu di panggung terbuka Java Banana dengan latar belakang pegunungan Bromo Tengger Semeru.

Ini adalah pertama kalinya saya hadir pada acara Jazz yang diselenggarakan setiap tahun selama 2 hari berturut-turut. Untuk tahun ini Jazz Gunung diadakan pada hari Jumat & Sabtu, 20-21 Juni 2014. Dan sayangnya saya hanya datang di hari terakhir.

Penampilan ESQ:EF
Jujur, saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Bukan karena musik jazznya, bukan karena pangungnya yang unik, bukan juga karena musisi pendukungnya. Jika membaca nama-nama musisi Jazz kenamaan seperti The Overtunes, Monita Tahalea & The Nightingales, Indro Hardjodikoro The Fingers, Ring of Fire Project (Djaduk Ferianto), Nita Aartsen, Yeppy Romero, ESQ:EF (Syaharani & QueenFireworks). Maka, tidak usah diragukan kenikmatan musik yang akan disajikan.

Ada ‘rasa’ berbeda diberikan oleh alam yang sebenarnya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dan saya yakin rasa ini akan selalu berbeda setiap tahun. Karena alam tidak pernah memberikan rasa yang sama. Pertama kali duduk di bangku festival, mata tertuju pada indahnya pegunungan dengan warna langit biru, awan putih, sinar mentari jingga, dan hijaunya gunung yang berpadu padan. Perlahan-lahan ketika matahari terbenam sedikit demi sedikit kegelapan dan dinginnya malam merasuk sukma membawa diri terhanyut dengan suasana alam yang menurut saya “this is the truly jazzy feeling ever”.

Ketika malam tiba, hal menarik lainnya adalah pembawaan dari mas Butet dan MC (yang maaf saya gak tau nama mereka siapa). Guyonan Smart renyah dan berbobot dengan aksen, nuansa, ciri khas dan logat Jawa membuktikan jika manusia Indonesia memiliki pola pandang yang so jazzy, Unik & Cerdas dengan topik budaya, sosial hingga politik. Keberadaan mas Butet dan MC terasa menghangatkan suasana yang dingin tertiup angin malam pegunungan.

Duduk selama hampir kurang lebih 6 jam dengan suasana dingin tentunya membuat saya lapar sangat setelah menikmati Jazz Gunung. Dan anehnya hanya ada 1 warung makan kecil yang masih tetap buka di dekat venue. Saya tidak membayangkan jika pada saat itu saya ada di Jakarta, pastinya akan banyak warung dadakan yang aji mumpung menjadikan ajang tahunan ini menjadi peluang usaha. Jadilah saya berebut dengan puluhan pengunjung yang sama laparnya. Rawon sederhana dengan sepotong dendeng dan teh panas membuat perut saya yang ikutan “nge-jazz” sedikit mereda. (dan maaf saya gak sempet fotoin warung & makanannya karena uda laper akut).

“Indahnya Jazz Merdunya Gunung”
Jakarta, 23 June 2014
Penulis: Andhini Simeon
Fotografer: Michael Dee K